Saturday, 14 February 2015

Kode Etik Pustakawan Indonesia

Pustakawan

KODE ETIK PUSTAKAWAN INDONESIA

MUKADIMAH

Perpustakaan sebagai suatu pranata diciptakan dan diadakan untuk kepentingan masyarakat. Mereka yang berprofesi sebagai pustakawan diharapkan memahami tugas untuk memenuhi standar etika dalam hubungannya dengan perpustakaan sebagai suatu lembaga, pengguna, rekan pustakawan, antar profesi dan masyarakat pada umumnya.

Kode etik ini sebagai panduan perilaku dan kinerja semua anggota ikatan Pustakawan Indonesia dalam melaksanakan tugasnya di bidang kepustakawanan. Setiap anggota Ikatan Pustakawan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kode etik ini dalam standar yang setinggi-tingginya untuk kepentingan penggunba, profesi, perpustakaan, organisasi profesi dan masyarakat.

Peran Pustakawan Sekolah di Abad 21

Pustakawan kini harus bisa merubah paradigma, bukan hanya sebagai penjaga buku. Pustakawan juga harus mampu aktif di kegiatan sosial, salah satunya dengan aktif di organisasi profesi pustakawan. (sumber: pribadi)

Oleh : Sri Darma Lokandari, S.S.
Kepala Perpustakaan PIIPL (Perguruan Islam Al Izhar Pondok Labu)

Peran Pustakawan sekolah sangat berpengaruh pada kelangsungan keberadaan perpustakaan di sebuah pembaga pendidikan. Hal ini ditinjau dari pentingnya sarana sumber belajar sebagai pendukung aktivitas pembelajaran. Keberadaan perpustakaan sekolah yang dilengkapi dengan berbagai jenis sumber ilmu pengetahuan tentu akan sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa. Begitu pula Pustakawan sekolah yang berperan sebagai pelaksana harian proses penyediaan informasi bagi komunitas sekolah, perlu mendapat kesempatan pengembangan kompetensi secara professional..

Perpustakaan sekolah abad 21 tentulah dilengkapi dengan berbagai ragam sumber daya yang bermutu termasuk sumber daya pustakawan. Perpustakaan sekolah akan terus berperan aktif apabila seluruh warga sekolah ikut serta mendukung semua kegiatan yang dilakukan oleh para pustakawan. Peran pustakawan sekolah tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya dukungan, kerja sama dan koordinasi yang baik, secara berkesinambungan bersama para guru, kepala sekolah, dan para menejemen senior, dalam hal perencanaan program dan penyediaan materi kegiatan pembelajaran baik di perpustakaan maupun di dalam kelas.

Ikhsanudin Kukuhkan Pengurus ATPUSI DIY

Arsidi SIP (kanan) menyerahkan berkas kepengurusan lama ATPUSI DIY kepada Agus Subagyo. (Foto : Abrar)
YOGYA (KRjogja.com) - Ketua Umum Pusat Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI) Muhammad Ikhsanudin M Hum, melantik sekaligus mengukuhkan Kepengurusan ATPUSI DIY periode 2014-2018. Terpilih menjadi Ketua ATPUSI DIY periode empat tahun mendatang adalah Agus Subagyo, yang sehari-harinya menjadi Pustakawan di SMP Muhammadiyah 2 Kota Yogyakarta. Ia dipercaya menjadi Ketua menggantikan Ketua ATPUSI DIY sebelumnya Arsidi SIP, yang tidak bersedia lagi dicalonkan dalam Musda ATPUSI DIY beberapa waktu lalu, karena sudah naik pangkat menjadi Pengurus ATPUSI Pusat.

Perpustakaan Sekolah di Salatiga Perlu Berbenah

Perpustakaan sekolah di Salatiga perlu berbenah.
Oleh. Itmamudin, SS

Memiliki perpustakaan dengan kondisi yang ideal saat ini masih menjadi mimpi bagi sebagian besar sekolah di negeri ini, termasuk perpustakaan sekolah di kota tempat saya menetap, Kota Salatiga. Padahal kita tahu bersama bahwa perpustakaan merupakan sarana penunjang utama bagi kegiatan belajar mengajar di sekolah setelah sarana-sarana sekolah yang lain. Perpustakaan juga menjadi tempat hiburan tersendiri bagi semua komponen di sekolah melalui koleksi yang dimiliki. Artinya ketika kita memiliki perpustakaan yang baik, maka perpustakaan akan menjadi tempat yang paling menyenangkan untuk dikunjungi. Baik untuk keperluan membaca buku, berdiskusi, atau hanya sekedar melepas penat setelah bekerja.

Melongok sedikit kondisi beberapa perpustakaan sekolah di Salatiga saat ini, dari mulai tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, kondisinya masih banyak yang jauh dari harapan. Dari sisi gedung, letak ruangan, pengelolaan perpustakaan, ketiadaan pengelola, dan minimnya minat baca siswa menjadi masalah klasik yang hingga kini belum terpecahkan. Dari sekolah yang berstandar desa yang berada di kampung dan jauh dari peradaban dan teknologi, sampai sekolah yang berstandar RSBI (Ruang Sekolah Berstandar Internasional) yang letaknya di kota dan memiliki sarana prasarana yang lengkap, kondisi perpustakannyapun tidak jauh berbeda.

Bripda Taufik Pernah Jadi Pustakawan untuk Menyambung Hidup

Bripda M Taufik bersama adik di rumahnya, pernah menjadi staff perpustakaan sekolah.
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Kehidupan Brigadir Dua (Bripda) M Taufiq Hidayat bersama ayah dan tiga adiknya tanpa kasih sayang ibu dan tinggal di bekas kandang sapi, sudah diketahui guru-guru dan kepala sekolahnya di SMKN 1 Seyegan, Sleman.

Untuk meringankan bebannya, setelah lulus Taufiq dipekerjakan di Perpustakaan dan menjadi penjaga malam di sekolah. Guru-guru dan kepala sekolah percaya Taufiq bisa menjaga diri karena kepribadian dan kelakuannya semasa sekolah positif.

Menangis, Siswa SDN Bendan 08 Minta Perpustakaan Sekolahnya Tak Digusur

TERAKHIR – Siswa siswi SDN Bendan 08 saat mengikuti acara peringatan Maulid Nabi di ruang perpustakaan setempat. Acara itu merupakan kegiatan terakhir yang penggunaan ruang perpustakaan.
M AINUL ATHO / RADAR PEKALONGAN

Untuk Rumah Dinas Dokter Spesialis

PEKALONGAN – Rencana Pemkot Pekalongan membangun rumah dinas dokter spesialis di lahan milik SDN Bendan 08, menuai reaksi siswa setempat. Perpustakaan sekolah yang akan ikut digusur, ditangisi para siswa. Kondisi demikian terjadi usai penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad, Rabu (14/1).

Usai mengikuti rangkaian acara maulid yang digelar di ruang perpustakaan, puluhan siswa berhamburan keluar sambil meneriakkan ‘Jangan gusur perpustakaan kami’. Teriakan demikian, saling bersahutan muncul dari satu siswa ke siswa lainnya. Di hadapan awak media, sejumlah siswa juga menyampaikan pesan yang sama.

“Jangan gusur perpus kami. Kami harus belajar (cari buku) dimana,” ucap Tika, siswa kelas VI sambil sesenggukan. Harapan yang sama juga disampaikan siswa lainnya. Mereka ingin, perpustakaan sekolah tak digusur sehingga tetap bisa mencari buku dan sumber informasi dari sana.

Kisah ibu di perbatasan Timor Leste kuliah rajut mimpi jadi guru pustawakan

Maria dengan rumahnya yang baru. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Kabupaten Belu, NTT sudah bertahun-tahun menjadi kabupaten 'produsen' TKI ke Malaysia. Daerah yang berbatasan dengan Timor Leste ini, nyatanya menyimpan sejumput cerita haru perjuangan TKI yang tersimpan di antara bukit dan lembah Belu nan hijau.

Cerita itu datang dari Maria Fatimah Buimao (45), warga dusun Bosok Pelolok desa Birun kecamatan Lamaknen kabupaten Belu NTT. Maria sudah lama menggantungkan hidupnya dari pendapatan sang suami sebagai TKI di Malaysia.

"Bapak sudah dua kali ke Malaysia pertama 2004 satu tahun lalu pulang karena rumah kebakaran dan tahun 2011 sampai 2014 pulang," tandas Maria saat berkumpul dengan paralegal dan parafinance yayasan Tifa di kabupaten Belu, NTT, Jumat (13/2).