Monday 16 February 2015

5 % Anggaran Untuk Perpustakaan Sekolah, Kapan ?

“…. Kemajuan perabadan suatu bangsa, salah satunya terkait dengan keberadaan buku, yang biasanya disimpan dan dikelola oleh sebuah perpustakaan…” kata Cak Nur, sapaan akrab Nurcholish Madjid dalam pengantar buku Islam dan Peradaban Dunia , karangan W. Montgomery Watt, 1995.

Hampir semua pihak menyetujui mengenai pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah dalam menunjang mutu pendidikan di suatu sekolah. Keberadaannya dianggap akan sangat membantu siswa, sekurangnya dalam hal meningkatkan minat baca dan menyediakan koleksi bahan bacaan bagi keperluan tugas belajar. Bagi guru, keberadaan Perpustakaan Sekolah akan sangat membantu tugasnya dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai bagian dari sarana belajar di sekolah.


Begitu sangat pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah, sehingga keberadaannya sebagai bagian dari sistem nasional perpustakaan harus diatur secara khusus melalui Undang-Undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Dalam UU ini, secara jelas disebutkan bahwa tugas dan kewajiban Perpustakaan Sekolah adalah ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya bagi siswa di lingkungan sekolah dimana perpustakaan tersebut berada. Adapun, tugas khusus dari Perpustakaan Sekolah adalah mendukung upaya peningkatan minat baca di kalangan pelajar dalam rangka mewujudkan budaya gemar membaca masyarakat Indonesia.

Jauh Dari Ideal

Pertanyaannya adalah sejauhmanakah keberadaan Perpustakaan Sekolah saat ini ? Secara riil di lapangan, sudahkah Perpustakaan Sekolah mendekati kondisi ideal sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ? Barangkali, penelitian secara khusus mengenai kondisi riil Perpustakaan Sekolah, mungkin belum pernah dilakukan. Namun, kalau boleh memperkirakan berdasarkan pengamatan yang sepintas saja, secara umum jawabannya adalah belum ideal, bahkan sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai Perpustakaan Sekolah yang ideal, terutama yang terjadi di sekolah-sekolah di luar daerah perkotaan. Hal ini, sekurang-kurangya bila dikaitkan dengan fungsi minimal Perpustakaan Sekolah, yakni sebagai wahana informasi, wahana edukasi dan wahana rekreasi bagi siswa selama belajar di sekolah.

Secara nasional, keberadaan Perpustakaan Sekolah merupakan bagian dari dua sistem kelembagaan yang berbeda, yakni Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sebagai bagian dari sistem kelembagaan Kemendiknas, melalui Dinas Pendidikan di setiap daerah berdasarkan UU Otonomi Daerah, Perpustakaan Sekolah merupakan bagian dari instalasi sistem sarana belajar mengajar di sekolah. Kedudukannya sama, seperti halnya dengan Laboratorium Sekolah, antara lain Laboratorium Bahasa, Laboratorium IPA, dan Laboratorium Komputer, Sementara itu, di sisi lain, Perpustakaan Sekolah pun merupakan bagian dari mata rantai sistem nasional perpustakaan, yang antara lain meliputi Perpusnas RI, Perpustakaan Daerah (Perpusda), Perpustakaan Masyarakat, Perpustakaan Khusus dan Perpustakaan Perguruan Tinggi.

Namun demikian, sesuai dengan kenyataan di lapangan, keberadaan Perpustakaan Sekolah pada umumnya justru masih sangat memprihatinkan. Tampaknya, keberadaannya belum dijadikan sebagai prioritas utama untuk dikembangkan oleh sekolah. Kalaupun Perpustakaan Sekolah itu ada, mungkin baru pada tahap awal perkembangan sebuah perpustakaan. Perpustakaan Sekolah biasanya menempati sisa ruangan yang ada di sekolah, bukan dirancang khusus sebagai sebuah ruangan atau bangunan yang memang diperuntukkan untuk perpustakaan sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Koleksi bacaannya pun masih sangat terbatas, sarana atau fasilitas perpustakaan masih seadanya, hingga tenaga pustakawan yang mengurusnya masih bersifat darurat, yang biasanya dirangkap oleh beberapa orang guru pengajar yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan. Jangan tanya soal anggaran dana, secara umum amat mungkin hampir tidak ada sama sekali.

Perlu Komitmen dan Kesungguhan
Sudah saatnya, pengembangan Perpustakaan Sekolah yang memadai perlu dijadikan sebagai program prioritas utama bagi sekolah-sekolah secara nasional. Sudah saatnya, keberadaan Perpustakaan Sekolah tidak lagi dijadikan sebagai program yang terkesan diabaikan, yang hanya berdasarkan prinsip “yang penting asal ada”. Diperlukan adanya komitmen dan kesungguhan dari berbagai pihak untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain melibatkan pihak sekolah, Dinas Pendidikan setempat, Kementerian Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI.

Untuk mendukung gagasan tersebut, setidak-tidaknya perlu didukung oleh dua hal penting yang saling berkaitan. Yakni, pertama, adanya kebijakan secara nasional, yang kemudian didukung pula oleh kebijakan di tingkat daerah, mengenai program pengembangan Perpustakaan Sekolah, khususnya terkait dalam hal pengadaan sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai, tenaga pustakawan yang profesional dan koleksi bacaan yang bermutu dan beragam dalam jumlah yang memadai bagi kepentingan minat baca siswa. Sedangkan yang kedua, adalah diperlukan adanya kebijakan sekolah yang bersedia merealisasikan amanat UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan, khususnya dalam hal pengalokasian dana minimal 5 % dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) untuk pengembangan Perpustakaan Sekolah.

Pasal 23 (6) UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan secara eksplisit menyebutkan bahwa sekolah/madrasah harus mengalokasikan dana paling sedikit 5 (lima) persendari anggaran belanja operasional sekolah / madrasah atau belanja barang, di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan. Perintah Udang-Undang nya sangat jelas dan tegas, tinggal bagaimana caranya agar sekolah mampu merealisasikannya. Upaya minimal yang harus dilakukan oleh sekolah saat ini adalah memasukkan komponen biaya pengembangan Perpustakaan Sekolah sebagai bagian dari RAPBS untuk satu tahun ke depan. Untuk selanjutnya, secara bertahap perlu ada komitmen yang kuat untuk dapat mencapai angka minimal 5 % alokasi dana untuk biaya pengembangan Perpustakaan Sekolah. Tentu saja, sekolah perlu didukung oleh adanya kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, misalnya dengan menaikkan anggaran biaya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), atau BOSDA.

Angka 5 %, Sangat Berarti
Jika komitmen dan kesungguhan dari berbagai pihak itu telah ada secara memadai, termasuk dalam upaya merealisasikan anggaran dana minimal 5 % dari total RAPBS, maka upaya untuk mendekati kondisi ideal Perpustakaan Sekolah akan menjadi kenyataan. Sekurang-kurangnya, Perpustakaan Sekolah akan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk memperoleh berbagai informasi yang penting dan diperlukan dalam tugas dan kewajibannya sebagai pelajar, baik melalui buku bacaan, majalah, koran ataupun melalui akses sarana internet.

Perpustakaan Sekolah pun dapat dijadikan sebagai sarana belajar dalam memupuk budaya gemar membaca, mampu mengembangkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan, serta mampu merangsang pengembangan gagasan dan kreatifitas intelektual siswa. Yang terakhir, Perpustakaan Sekolah juga dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi ilmiah, yang dapat memberikan kesenangan dan kenyamanan bagi siswa, khsususnya saat mereka beristirahat atau saat waktu kosong belajar di kelas. Tidak mustahil pula, di suatu saat nanti, Perpustakaan Sekolah dapat membuka layanannya di saat hari libur, khususnya hari Minggu, untuk memberikan kesempatan waktu yang lebih banyak bagi siswa.

Angka minimal 5 % itu begitu sangat berarti untuk pengembangan Perpustakaan Sekolah. Angka itu, jelas sangat berarti bagi siswa, bagi guru dan bagi upaya pemerintah dalam meningkatkan minat baca dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kini, kita hanya bisa menantinya, kapan perintah UU itu dilaksanakan ? Wallahu a’lam bishowwab.

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com, 2 Maret 2011

No comments:

Post a Comment