Thursday, 20 August 2015

Perpustakaan yang Tidak Standar Menjadi Kendala Sekolah Jalankan Gerakan Literasi

Kegiatan belajar mengajar di Perpustakaan SMPN 159 Tambora, Jakarta Barat, Kamis 13 Agustus 2015. Foto: MI/Arya Manggala

Sekolah menghadapi kendala dalam menjalankan Gerakan Literasi Sekolah. Buruknya infrastruktur perpustakaan tidak mendukung sekolah menjalankan program pemerintah tersebut.

"Yang belum siap perpustakaannya!" kata Kepala SMA 95 Jakarta, Nursyamsudin kepada Metrotvnews.com, Rabu (19/8/2015).

Nur menuturkan, bahwa pada umumnya luas perpustakaan sekolah di Ibu Kota hanya seukuran satu ruang kelas. "Satu kelas di Jakarta itu 72 meter persegi," imbuh Nur.

Seharusnya, lanjut Nur, luas perpustakaan sesuai standar yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah di mana komposisi satu anak empat meter persegi.

"Luas perpustakaan minimal 144 meter persegi atau dua ruang kelas untuk menampung 36 anak," sambungnya.

Kendala yang sama juga di SMP 226 Jakarta. Kepala SMP 226 Khotim, menyampaikan perpustakaan di sekolahnya belum memiliki alat-alat yang memadai.

"226 perpustakaannya belum baik. Kami baru menempati gedung baru. Perpustakaan belum ada rak-rak buku," terang Khotim.

Khotim berharap dengan adanya gerakan tersebut, infrastruktur perpustakaan juga membaik. Dia yakin anak didik akan betah membaca jika perpustakaan nyaman.

"Anak-anak akan tertarik baca kalau perpustakaan sudah tersedia bahan-bahan yang diinginkan," kata Khotim.

Metrotvnews

Kemdiknas Targetkan Seluruh SD Miliki Perpustakaan 2015


BANYUMAS ~ Kementerian Pendidikan Nasional menargetkan seluruh sekolah dasar di Indonesia memiliki perpustakaan pada 2015 sebagai upaya meningkatkan kualitas murid.

“Sekarang sudah 30 persen SD yang mempunyai perpustakaan. Kita akan selesaikan dalam lima tahun mendatang,” kata Direktur Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Kemdiknas Mudjito di sela-sela peresmian sejumlah sekolah yang direnovasi oleh Yayasan Tileng Belanda (Stichting Tileng Foundation Netherland) di Baturaden, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Menurut dia, peningkatan kualitas sekolah tidak hanya melalui perbaikan bangunan sekolah tetapi juga dengan pembangunan perpustakaan.

Dari jumlah total SD di Indonesia sebanyak 148 ribu sekolah, kata dia, saat ini sudah ada sekitar 50 ribu SD yang memiliki perpustakaan.

Pada tahun 2010, lanjutnya, ditargetkan sebanyak 20 ribu SD akan dibangun perpustakaan berikut isinya.

“Kami targetkan setiap tahunnya ada 20 ribu SD yang akan dilengkapi dengan perpustakaan sehingga dapat selesai dalam waktu lima tahun. Jadi kita tidak hanya memperbaiki ruang yang rusak tetapi juga meningkatkan kualitas anak,” jelasnya.

Menurut dia, anggaran untuk membangun sebuah perpustakaan berikut isinya ini sekitar Rp250 juta.

“Jika sekolah itu sudah ada ruang perpustakaan, berarti hanya menambah isinya saja. Akan tetapi bila belum memiliki, berarti harus menambah bangunan untuk perpustakaan,” jelasnya.

Sementara mengenai jumlah bangunan SD yang mengalami kerusakan, dia mengatakan, saat ini masih tersisa sembilan persen dari 148 ribu SD di seluruh Indonesia.

“Pada tahun 2003 ada 40 persen sekolah rusak yang merupakan bangunan inpres sekitar tahun 1968. Setelah dilakukan pembangunan melalui berbagai program pemerintah, saat ini tinggal sembilan persen,” katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan, perbaikan terhadap bangunan sekolah harus dilakukan terus-menerus untuk menghindari kerusakan yang semakin parah.

Dia mengakui adanya sejumlah lembaga yang memberikan dana hibah untuk perbaikan bangunan melalui pendekatan berbasis sekolah, yakni uang tersebut langsung diserahkan kepada sekolah untuk pengelolaannya (swakelola, red.).

Akan tetapi, kata dia, jumlah lembaga pemberi hibah tersebut tidak banyak sehingga anggaran perbaikan bangunan sekolah sering kali dilakukan secara “sharing” antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

“Biasanya kita `sharing`, pemerintah pusat 90 persen dan daerah 10 persen. Melalui `sharing` ini diharapkan adanya kepedulian pemerintah daerah,” katanya.

Disinggung mengenai kemungkinan adanya rencana penambahan SD di Indonesia, dia mengatakan, hal itu tergantung kebutuhan atau permintaan masyarakat.

Menurut dia, saat ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) ingin meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) terlebih dulu yang baru 95 persen sehingga dapat mencapai 100 persen.

“Kalau Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai 115 persen. Kita ingin APM-nya bisa mencapai 100 persen,” katanya.

Menurut dia, belum tercapainya APM sebesar 100 persen ini disebabkan banyaknya anak yang putus sekolah di daerah-daerah terpencil.

“Kita ingin mengejar yang lima persen ini, antara lain dengan meningkatkan wajib belajar,” katanya.

Sumber: Rajawali News

Friday, 7 August 2015

IKAPI DKI Dukung Gerakan Minat Baca


Jakarta Book Fair (Jakbook) Ikapi DKI mendukung program pemerintah, khususnya peningkatan minat dan budaya baca. “Jakbook Ikapi DKI Jakarta tujuan mulianya adalah dalam rangka mendukung program pemerintah terutama sekali dalam rangka meningkatkan minat dan budaya baca masyarakat melalui event pameran buku,” kata Ketua Ikapi DKI Jakarta Afrizal Sinaro di Jakarta, Kamis (30/7).

Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta merupakan penyelenggara Pameran Buku Jakarta (Jakbook) yang tahun ini memasuki ke-25 kali. Jakbook Ikapi DKI 2015 digelar di Plaza Parkir Timur Senayan Jakarta, 27 Juli sampai 3 Agustus 2015. Pameran tersebut disponsori Bank DKI. Harian Republika menjadi media partner.

Ikapi DKI, kata Arizal, menyadari bahwa minat dan budaya baca masyarakat masih rendah, terutama sekali anak-anak sekolah. “Karena itulah, dalam event pameran ini, panitia juga menyiapkan beberapa acara menarik,” ujarnya.

Afrizal menjelaskan, Jakbook Ikapi DKI tidak hanya pameran buku. “Kami tidak hanya berjualan buku dan kebutuhan sekolah. Kami juga punya sejumlah acara yang sangat penting dan menarik, salah satunya Jakbook Festival,” papar Afrizal.

Jakbook Festival adalah salah satu bentuk kegiatan yang diadakan bersama antara Ikapi DKI dan Gerakan Ayo Membaca Indonesia (AMIND) untuk membuat program workshop dengan tema “membaca itu sama mudahnya dengan menulis” dan “membaca itu menyenangkan”.

Workshop tersebut ditujukan untuk guru-guru dan murid-murid, dan dilaksanakan sejak hari kedua pameran, yakni Selasa (28/7) hingga hari terakhir pameran, yakni Senin (3/8). Dalam satu hari ada dua sesi, yakni pukul 10 pagi dan pukul 13 siang.

Afrizal menegaskan, workshop tersebut dinilai sangat penting. “Program ini didukung penuh oleh tim pengembangan literasi Kemendikbud. Sebab ini akan menjadi program Kemendikbud untuk peningkatan budaya literasi,” tuturnya.

Peminat workshop tersebut ternyata tidak hanya dari ibukota Jakarta, tapi juga berbagai daerah di Indonesia. Contohnya Depok, Pamekasan (Madura) dan Palangkaraya. “Mereka yang datang itu adalah para pejabat dinas pendidikan, pengawas dan guru,” papar Afrizal.

Sumber: ROL